Sekilas Tentang Pendidikan di Finlandia (part 2)

Munif Chatif mengatakan bahwa guru-guru di Finlandia dibebaskan menyusun kurikulum dan silabus sesuai dengan visi dan misi sekolah. Dengan kreatif, mereka merancang buku teks yang aplikatif. Hampir semua guru menjadi penulis, minimal penulis buku pelajaran yang mereka gunakan di kelas. Mereka juga menggunakan strategi belajar-mengajar yang beragam dengan memperhatikan multiple intelligences semua siswa. Guru juga menentukan model evaluasi dan penilaian setiap aktivitas belajar-mengajar. Dan akhirnya, gurulah yang menjadi penilai terbaik bagi para siswanya. Dampak dari otonomi guru tersebut menjadikan guru-guru Finlandia sangat bertanggungjawab terhadap keberhasilan pendidikan para siswanya. Bahkan moto guru di Finlandia, "kalau saya gagal dalam mengajar seorang siswa, itu berarti ada yang tidak beres dengan pengajaran saya."

Kewibawaan guru begitu tinggi di mata para siswanya. Mereka sangat menghindari memberi kritik terhadap pekerjaan siswanya, tetapi mereka mengajak para siswa untuk membandingkan dengan nilai sebelumnya yang pernah diraih (konsep ipsative). Para guru menghindari memvonis siswa dengan mengatakan "kamu salah!" karena mereka menganggap sebagai hal biasa jika siswa melakukan kesalahan, termasuk dalam mengerjakan soal-soal.

Proses belajar-mengajar berjalan dua arah. Suasana sekolah boleh dibilang jadi lebih cair, fleksibel dan menyenangkan dan efektif. Siswa di Finlandia juga diarahkan mampu mengevaluasi secara mandiri hasil belajar masing-masing. Hal itu diterapkan sejak dini/pra-TK. Mereka didorong bekerja secara individu, tak peduli apa pun hasilnya. "Ini akan membantu siswa untuk belajar bertanggung jawab atas pekerjaan mereka sendiri," kata Sundstrom, seorang kepala sekolah dasar di Poikkiaakso, Finlandia.

Sampsa Vourio, seorang guru di Torpparinmaki Comprehensive School, Finlandia, menjelaskan bahwa sistem pendidikan di negaranya dijalankan sangat demokratis. Penekanan belajar fokus pada proses, bukan pada hasil belajar. Remedial tidak dianggap sebagai kegagalan, tapi untuk perbaikan; sedangkan pekerjaan rumah (PR) dan ujian tak harus dikerjakan dengan sempurna yang penting murid menunjukkan adanya usaha. Ujian justru dipandang sebagai penghancur mental siswa. Tidak ada sistem peringkat (rangking) sehingga siswa merasa percaya diri dan nyaman terhadap dirinya. Sistem peringkat dipandang hanya membuat guru terfokus pada murid-murid terbaik saja, bukan kepada seluruh murid.

Kesimpulannya, Finlandia telah sukses menggabungkan kompetensi guru yang tinggi, kesabaran, toleransi dan komitmen dengan keberhasilan melalui tanggung jawab pribadi.


Referensi :
Chatif, Munif. Gurunya Manusia.Bandung.Kaifa.2012

0 Komentar untuk "Sekilas Tentang Pendidikan di Finlandia (part 2)"

Back To Top